Mohammad Hasyim, pemilik usaha Nasi Uduk OK: Sarjana Teknik yang sukses menjadi pengusaha Nasi Uduk, omset mencapai Rp 330 juta per bulan.
Mohammad Hasyim, pemilik usaha Nasi Uduk OK: Sarjana Teknik yang sukses menjadi pengusaha Nasi Uduk, omset mencapai Rp 330 juta per bulan. Keinginan mengubah nasib membuat Mohammad Hasyim merantau ke Jakarta. Di kota megapolitan ini, Hasyim berhasil menaklukannya dengan merintis usaha kuliner. Mengalami pasang surut usaha, tapi dengan keyakinan diri dan kerja keras, kini berbuah manis. Usaha Nasi Uduk yang dirintis 9 tahun lalu, telah memiliki 3 outlet dengan omset mencapai Rp 330 juta.
Bagaimana perjuangannya meraih sukses?
Selepas mengenyam pendidikan di SMAN 3 Cirebon, Hasyim membantu orangtua yang membuka usaha warung makan. Namun, keinginan mengubah nasib, membuat Hasyim merantau ke Jakarta bersama sang kakak, Syaharifin (Alm). Di Jakarta, Hasyim pun bekerja dengan sang kakak yang menjual Nasi Goreng. Di tangan Hasyim, usaha sang kakak maju dan memiliki dua cabang di Rawamangun, Jakarta Timur dan Pati Unus, Jakarta Selatan. "Saya dipercaya menjadi pengelola," ungkap Hasyim. Setelah tiga tahun bekerja dengan sang kakak, tahun 1995 Hasyim memutuskan untuk mandiri dan bekerja di PT Taiyo Sinar, Cibitung sebagai Computer Administration. Di saat yang sama karena telah memiliki uang. Hasyim pun kemudian melanjutkan kuliah di jurusan Teknik Elektro Universitas Kristen Indonesia, Jakarta Timur. "Saat itu saya kuliah sambil bekerja," ujar Hasyim. Kemudian karena alasan ingin mencari penghasilan yang lebih tinggi, Hasyim pindah bekerja di Mechanical Electrical, Cikarang sebagai staf administrasi. Setelah menikah tahun 2002, karena ingin meningkatkan perekonomian keluarga, ia pun terpikir untuk membuka usaha sampingan. "Saat itu saya berpikir keras bagaimana mendapatkan uang lebih untuk menghidupi keluarga," tukas pria kelahiran Cirebon 30 Juni 1971 ini.
Tak mampu bayar pegawai
Bermodal uang Rp 1,5 juta, Hasyim kemudian memutuskan untuk memulai usaha Nasi Uduk di Taman Menteng, Jakarta Pusat dengan menggunakan gerobak. "Saya pilih usaha Nasi Uduk karena waktu itu belum ada penjual dan Nasi Uduk ini mudah dibuat serta banyak yang suka. Resep dari ibu saya," beber Hasyim. Waktu itu, Hasyim mempekerjakan dua orang karyawan yang dibayar Rp 15 ribu per hari. Namun, usaha ini tidak langsung untung bahkan merugi selama dua bulan usaha berjalan. Karena terus merugi, ia pun tak lagi bisa membayar gaji para karyawan, maka akhirnya ia terpaksa memberhentikan dua karyawan tersebut. Untuk mengatasi kerugiannya tersebut, Hasyim memutuskan berhenti sebagai Mechanical Electrical ME dan memilih terjun langsung menangani usahanya. "Saya melihat usaha ini masih prospektif, maka saya terus berjuang untuk berjualan Nasi Uduk," tukas Hasyim. Pendapatan warung yang masih sedikit, ditambah tak ada pegawai membuat Hasyim harus berjuang mati-matian. Mau tak mau, setiap hari pukul 5 sore ia harus membawa bawang dagangannya dari rumah kakaknya di Rawamangun menuju Taman menteng dan berjualan sendirian sampai pukul 2 pagi. "Semua proses jualan ini saya lakukan sendiri, tapi kalau untuk produksi saya dibantu istri dan adik," tukas Hasyim. Meski perjuangannya terasa sangat berat, namun ternyata Hasyim tak putus asa. "Bebannya semakin berat karena saya masih kuliah di pagi hari sampai sore. Lanjut lagi usaha dari sore sampai pagi. Makanya kalau kuliah sering ngantuk," tutur Hasyim tersenyum.
Tampung saran pelanggannya
Karena usaha yang belum bergeliat, tak ayal sempat membuat Hasyim ingin menyerah. Namun, keluarga menjadi motovasi terbesarnya untuk tetap berjuang. Perlahan ia mulai bangkit dan memperbaiki semua sistem usahanya, mulai dari service sampai rasa makanannya. "Sebagai owner saya dulu cuek terhadap operasional warung, tapi sekarang hal-hal kecil saya perhatikan termasuk menampung keluhan dan saran para pelanggan," ungkap ayah dua anak ini. Untuk kemajuan usahanya, berbagai keluhan dan saran membangun dari pelanggan selalu jadi perhatiannya. "Semua saran membangun saya ikuti dan disesuaikan dengan keinginan pelanggan," imbuhnya. Saran-saran yang pernah diterimanya antara lain dalam segi pelayanan, penyajian makanan, dan pemilihan bahan baku. Antara lain memindahkan cuci piring ke bagian belakang warung. "Dulu saya malah justru menggunakan piring rotan untuk penyajian, agar tak repot cuci piring," tukasnya. Hasyim juga menyajikan nasi yang tidak habis termakan, maka ia pun mengurangi takaran nasi seporsinya. Tak hanya itu, Hasyim juga mengganti daging ayam kampung dengan ayam broiler.
Terkena gusuran
Setelah usaha berjalan empat bulan, ada perkembangan baik. Bahkan Hasyim mulai kewalahan menghadapi pelanggan sehingga ia harus merekrut tiga orang karyawan untuk membantu. Sejalan dengan itu, ia pun terpikir untuk membuka cabang baru di Jl. Paus, Rawamangun dan dibantu oleh empat orang karyawan.
Lokasi warung Haryim yang di Rawamangun memang cukup strategis karena berdekatan dengan kampus UNJ, dan lapangan olahraga Velodrome. Namun keuntungan signifikan dirasakan Hasyim justru datang dari warung Taman Menteng. "Tahun 2005, dalam satu hari 40 ekor ayam atau 160 porsi Nasi Uduk bisa terjual," ujar Hasyim bangga. Kenaikan pnjualan ini pun dibarengi dengan omsetnya yang melonjak ke angka Rp 1,5 juta semalam. Keberhasilannya saat ini ternyata juga dipengaruhi oleh kelulusannya sebagai Sarjana Teknik di tahun 2004. Setelah selesai kuliah ia bisa fokus menjalankan usaha. Sempat mencecap manisnya untung selama dua tahun, Hasyim harus mengalami cobaan lagi . Lokasi usahanya di Taman Menteng harus digusur, untuk pembuatan lahan parkir pada tahun 2007. Hal ini membuat usahanya direlokasi ke depan Masjid Al-Hakim, Menteng. "Lokasi baru ini, didesain seperti sistem foodcourt, di mana satu meja pelanggan diperebutkan semua pedagang. Dan, saya dapat undian lokasi untuk waung di bagian belakang," tukas Hasyim. Lokasi baru ini, ternyata tak terlalu berprospek baik, maka ia pun memutar otak untuk menambah penghasilan dengan cara membuka cabang baru di daerah Pisangan Lama, Jakarta timur pada tahun 2008. "Di Pisangan saya sewa ruko sebagai tempat jualan, tempat tinggal hingga pusat produksi," bebernya. Ternyata pilihan lokasi kali ini sangat menguntungkan, tak heran begitu buka ia mampu meraup omset Rp 3 juta per hari. "Sayangnya, masalah kembali datang. Lapak relokasi di Menteng lama-lama merugi terus. Jadi terpaksa saya tutup saja tahun 2009," ujar Hasyim. Di tahun 2009. Hasyim hanya memiliki dua lokasi usaha. Dan, tahun 2010, sang kakak, Syaharifin meninggal dunia karena sakit. "Sebagai pesan terakhir, saya diamanahkan untuk mengelola usaha kakak saya di Pati Unus," tukasnya. Selanjutnya Hasyim mengelola cabang tersebut dengan nama Nasi Uduk OK dengan sebagian besar aset dimiliki oleh Hasyim. Saat ini omset Nasi Uduk di Jl. Pati Unus itu mencapai Rp 3 juta per hari.
Keistimewaan
Sebagai menu andalan, Nasi Uduk buatan Hasyim memang sangat istimewa. Untuk menghasilkan menu yang enak, Hasyim menggunakan beras yang didatangkan dari Karawang. Beras Karawang ini dipilih karena memiliki warna bulir yang lebih putih dan lebih harum dibanding beras lain. Untuk mengolah Nasi Uduk, Hasyim mencucu beras sampai air cucian bening dan tidak keruh sehingga setelah menjadi nasi tidak meninggalkan bau apek. Setelah itu, beras dimasukkan ke dalam rebusan santan yang diambil dari kelapa tua yang telah dikupas kulit arinya dan diparut. Agar rasa santan lebih gurih, cairan yang digunakan untuk memeras santan merupakan campuran dari air kelapa dan air matang biasa. Kemudian beras diaron hingga santan habis terserap. Untuk menghasilkan Nasi Uduk yang harum dan gurih, saat mengaron ditambahkan daun pandan, daun salam dan batang serai geprek. Untuk menambah citarasa, ditambahkan garam dan sedikit gula pasir. Gula pasir berfungsi untuk meningkatkan rasa manis dan gurih Nasi Uduk. Hal yang unik dari Nasi Uduk buatan Hasyim adalah penggunaan ketumbar bubuk yang ditambahkan bersama garam dan gula pasir sehingga menghasilkan aroma yang harum. selanjutnya, beras aron dikukus selama +-25 menit hingga matang. Saat pesanan datang, Nasi Uduk dicetak dalam mangkuk kemudian disusun di atas piring rotan yang telah dialasi daun pisang. Sebagai topping, taburan bawang goreng ditambahkan di atas Nasi Uduk. Sebagai menu pendamping, pelanggan dapat memilih sendiri lauk pelengkap sesuai keinginan. Sebut saja Aya Goreng, Bebek Goreng hingga Bebek Cabe Ijo. Lauk yang paling menjadi incaran adalah Ayam Goreng. Adapun cara mengolah Ayam Goreng tersebut adalah, ayam sebelum digoreng diberi bumbu kuning yang terdiri atas kunyit, bawang merah, dan bawang putih yang telah dihaluskan. Lalu diungkep selama 30 menit agar bumbunya benar-benar meresap sempurna. Untuk menjaga kehangatan ayamnya, ayam ini baru akan digoreng ketika ada yang memesan. Selain itu, yang menjadi ciri khas dari Nasi Uduk ala Hasyim adalah sambal Kacang. Untuk membuat Sambal Kacang bahan-bahan seperti kacang tanah Tuban, kemiri dan cabai merah digoreng sampai harum dan matang. Kemudian bumbu-bumbu tersebut didinginkan terlebih dahulu agar saat dihaluskan dengan blender bersama garam, air asam Jawa, gula merah dan sedikit air. Kombinasi bumbu yang pas mampu menciptakan rasa Sambal Kacang yang legit dan gurih.Hasyim menjual Nasi Uduk cukup murah, yaitu seporsi Nasi Uduk Rp 5 ribu dan Ayam Goreng Rp 10 ribu. Selain Ayam Goreng, Hasyim juga menyediakan lauk lain seperti Bebek Goreng, Ayam Bakar, Bebek Bakar, Lele Goreng, Tahu Tempe Goreng, dan lalapan. Kisaran harga tidak lebih dari Rp 15 ribu per porsi.
Kiat sukses
Setelah perjuangan yang berliku dan berat, kini Hasyim bisa berbangga diri karena sudah memiliki tiga gerai usaha. "Cabang yang paling ramai ada di Rawamangun," tukas Hasyim. Dalam satu hari, Hasyim bisa menjual 80 ekor ayam, 40 ekor bebek dan 65 liter beras untuk 3 lokasi. Tak kurang dari Rp 11 juta kini omset bisa dikantonginya dalam sehari. Sehingga omset rata-rata per bulan bisa mencapai Rp 330 juta dengan keuntungan sebesar 30% atau Rp 99 juta/bulan. Dengan omset yang terbilang besar, tak heran jika sampat saat ini Hasyim mampu memiliki sebuah rumah tinggal, kebun mangga dan sawah di kampung halaman Cirebon dan 5 unit sepeda motor Honda untuk kendaraan operasional. "Saya lebih suka motor daripada mobil, biar tidak kena macet," tambahnya. Banyak pelajaran yang bisa dipetik sebagai kiat sukses Hasyim menjalankan usahanya. Meskipun usaha kaki lima, prinsip higienitas dan sanitasi tetap diperhatikan seperti menggunakan sedotan yang dibungkus dengan kertas dan piring rotan. Selain itu, pemilihan lokasi yang strategis pun tak boleh dilupakan, yaitu memilih lokasi yang dekat dengan pusat keramaian.
Santuni anak yatim dan menyejahterakan karyawan
Hasyim menyadari setiap rezeki yang diperolehnya sebagian milik orang lain. Karena itu, setiap bulan Hasyim menyisihkan keuntungan untuk diberikan kepada anak-anak yatim yang berlokasi di Kayumanis, Jakarta Timur. Selain itu, Hasyim sangat memperhatikan kesejahteraan karyawan. Karena itu, Hasyim bersedia membantu memberikan bantuan modal dan bimbingan usaha kepada karyawan yang ingin mendirikan usaha sendiri. "Kalau kita membantu orang lain, yakinlah Tuhan pasti akan menolong kita," ujar Hasyim.
( Seperti di kutip dari Majalah Kuliner edisi 25/08/2011)Uus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar